Tahun 2021 menjadi tahun pertama dilaksanakannya ANBK yang merupakan transformasi UNBK bagi pelajar di tingkat dasar dan menengah. Kebijakan pemerintah tentang penghapusan UNBK sebagai program asesmen nasional cukup melegakan bagi sebagian pihak yang merasa terbebani dalam menyelenggarakan kegiatan ini. Hal ini disebabkan karena kegiatan UNBK cukup menyita waktu, tenaga dan pikiran bagi peserta maupun penyelenggara. Sebagai gantinya, muncullah program asesmen nasional pengganti UNBK yang diluncurkan oleh mendikbud pada tahun 2019. Tetapi karena pandemic melanda dunia, program ANBK baru dilaksanakan pada tahun 2021.

Hal yang berbeda dalam ANBK adalah bahwa kegiatan pengukuran kualitas pendidikan suatu lembaga diukur tidak hanya berpusat pada kemampuan siswa semata. Melainkan diukur secara global dalam lingkup sekolah. Tiga instrumen yang dijadikan sebagai alat ukur dalam ANBK diantaranya, Asesmen Kompetensi Minimum (AKM Literasi dan Numerasi), survey karakter, dan survey lingkungan belajar.  Dengan tiga instrument tersebut, diharapkan dapat mencerminkan mutu lembaga pendidikan dipandang dari berbagai sisi.

Kompetensi literasi dan numerasi merupakan salah satu komponen yang diukur sebagai kompetensi minimum yang harus di miliki olehpelajar mulai dari tingkat SD/MI hingga tingkat SMA/MA. Dalam hal ini, pelajar dituntut agar memiliki kompetensi literasi membaca dan ketrampilan numerasi sesuai dengan jenjang usianya. Kompetensi literasi mencakup kemampuan individu dalam memahami, menggunakan, mengevaluasi dan merefleksikan berbagai teks tertulis untuk mengembangkan kapasitas dirinya sebagai warga dunia sehingga dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat. Jadi, tidak hanya sekedar pemahaman terhadap suatu informasi saja, melainkan sampai pada kemampuan merefleksikan pemahamannya dan mengkonstruk menjadi sesuatu yang kontributif bagi masyarakat. Di era digital, ketrampilan ini sangatlah penting untuk dimiliki karena arus informasi yang sangat deras dan terbuka. Pelajar sebagai kelompok terdidik dalam masyarakat, diharapkan dapat menjadi “smart netizen” dalam merespon informasi yang ada. Sehingga informasi yang di peroleh dapat memberikan nilai yang positif bagi diri dan lingkungannya.

Ketrampilan numerasi yang diukur dalam AKM, meliputi kecakapan dalam menggunakan berbagai macam angka dan symbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagaima camk ontekskehidupan sehari-hari, menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan dsb), lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan. Kecakapan yang dimaksud, lebih komplek dan aplikatif dari sekedar pemahaman matematis yang simbolik dan abstrak. Oleh karenanya, instrument soal yang digunakan pun termasuk kategori soal HOTS (High Order Thinking Skill) komplek. Dengan ketrampilan ini, diharapkan para pelajar dapat mengaplikasikan konsep bilangan dalam kehidupan sehari-hari serta mampu menginterpretasi informasi yang disajikan secara kuantitatif di sekelilingnya. Puncaknya adalah kenyamanan terhadap bilangan dan dapat menggunakan informasi kuantitatif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lalu bagaimana menyiapkan ketrampilan tersebut dalam pendidikan formal?

Secara alami, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saatinitelah menggiring kompetensi individu sehingga mampu beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi. Sebagaimana yang dapat kita amati saatini, dimana pelajar di tingkat dasar sudah akrab dengan istilah-istilah teknologi digital seperti download, upload, thumbnail, onlineshop, coding dsb. Tetapi takdapat dipungkiri juga, bahwa kecanggihan teknologi juga memberikan dampak negative bagi generasi millennial saatini. Sebagai contoh maraknya korban kejahatan pada anak dan remaja yang berawal dari media sosial. Hal ini dapat terjadi karena minimnya literasi digital khususnya literasi membaca. Oleh karenya, penting bagi lembaga pendidikan untuk memberikan bekal ketrampilan literasi bagi peserta didik. Bukanhanya sekedar untuk memenuhi nilai AKM saja, tetapi juga untuk menyiapkan peserta didik dalam menghadapi arusin formasidalamkehidupannya. Akses digital secaraberkala, kegiatanrutinmembacabuku, kegiatan mereview bacaan, merupakan contoh kegiatan yang harus diprogramkan lembaga pendidikan untuk meningkatkan keompetensi literasi siswa.

Pengembangan ketrampilan numerasi dapat dilakukan dengan memberikan pengalaman kegiatan sehari-hari yang memuat ketrampilan matematis, sebagai contoh kegiatan bermain peran jual beli, simulasi online shop, enterpreuner day, dan lain sebagainya. Dimana dalam kegiatan tersebut, siswa terlibat langsung dalam aktifitas matematis yang kontekstual bukan matematis tekstual. Dengan sendirinya, kebiasaan berpikir dan analisis matematis akan dimiliki siswa melalui kegiatan tersebut.

Sebagian lembaga pendidikan telah menerapkan program pembiasaan literasi dan numerasi di sekolahnya. Bagi yang belum, jangan ragu untuk segera memulai karena mau tidak mau, suka tidak suka, perubahan zaman terus berlangsung. Maka model pembelajaran harus segera beradaptasi dengan perubahan yang ada. Sebagaimana ungkapan Ali bin Abi Thalib: “Ajarilah anakmu sesuai dengan zamannya”.

Penulis; Mazrikhatul Miah, M.Pd.Si

Editor; Intihaul Khiyaroh, M.A