Penangkapan Hakim Agung
Pada hari Rabu, 21 September 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan tangkap tangan pada beberapa pihak yang diduga sedang melakukan tindak pidana penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). KPK menyampaikan telah terjadi penerimaan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari saudara S kepada DY sebagai representasi pihak swasta di satu hotel di Bekasi. Dan pada Kamis, 21 September 2022 sekitar pukul 00.01 WIB, tim KPK kemudian bergerak mengamankan DY di rumahnya beserta uang tunai sejumlah 205.000 Dolar Singapura. Secara terpisah tim KPK juga langsung mencari dan mengamankan Yosep Parera yang berada di wilayah Semarang, Jawa Tengah guna dilakukan permintaan keterangan.
Menurut KPK, terjadinya dugaan suap bermula saat gugatan perdata dan pidana terkait aktivitas koperasi Intidana bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Dalam perkara itu, Intidana memberikan kuasa kepada dua pengacara, Yosep Parera dan Eko Suparno. Namun, mereka tidak puas dengan keputusan PN Semarang dan Pengadilan Tinggi setempat.
Dalam kasus ini KPK menetapkan 10 orang tersangka. Salah satu tersangka yang berasal dari Mahkamah Agung adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Dimyati ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Intidana. Total uang yang diamankan KPK dalam OTT yang digelar Rabu, 21 September 2022 yaitu Rp 2,2 miliar. Selain Sudrajad Dimyati, terdapat pula dari unsur Panitera Pengganti Mahkamah Agung Elly Tri Pangestu, 2 pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta 2 PNS MA Albasri dan Redi. Sedangkan tersangka dari swasta adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).
Reformasi Pemilihan Hakim Agung dan Pengawasannya
Sejumlah pihak menyebut operasi tangkap tangan atau OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati jadi bukti adanya mafia peradilan. Peristiwa ini sangat memperlihatkan tidak berfungsi baik para anggota MA khususnya ketua Mahkamah Agung gagal total dalam membina hakim dan aparatur secara baik dan benar dalam melaksanakan tugas ataupun memberi edukasi kepada khalayak public. Maka dari itu, Ketua Mahkamah Agung harus mengambil tindakan cepat, urgent dan terarah karena dengan adanya peristiwa ini sangat rawan kepercayaan masyarakat luntur atau bahkan bisa saja hilang.
Menjadi suatu ironi apabila Mahkamah Agung yang seharusnya menjadi tiang tegaknya hukum di Indonesia malah mereka sendirilah yang melanggar hukum. Bukankah jika hal ini terus terjadi akan membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap hukum di Indonesia saat ini. Kasus ditangkapnya Dimyati sebagai seorang Hakim Agung seakan menodai wibawa lembaga Mahkamah Agung. Alhasil membuat masyarakat berspekulasi bahwa beginilah wujud asli Mahkamah Agung di Indonesia.
Menjadi penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang telah hilang kepada lembaga Mahkamah Agung. Dibutuhkan lembaga yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme untuk membenahi proses Mahkamah Agung di Indonesia. Harus ada upaya yang dilakukan untuk memperbaiki citra aparatur Mahkamah Agung, khususnya Hakim Agung. Koreksi dan reformasi terhadap proses rekruitmen Hakim Agung harus dilakukan secara objektif dan lebih meningkatkan lagi pengawasan. Opsi bahwa pemilihan Hakim Agung tidak lagi di Dewan Perwakilan Rakyat tetapi melalui Panitia Seleksi yang dibentuk oleh Presiden juga bisa menjadi alternatif terbaik. Dewan Perwakilan Rakyat dengan segala kepentingan politik dan track recordnya tidak layak untuk diberi kewenangan dalam menentukan hakim agung. Hakim Agung sebagai representasi dari Hakim di seluruh Indonesia harus benar-benar dipilih oleh lembaga yang dipercaya oleh masyarakat. Dan oleh karena itu, penulis menggap bahwa perlu adannya pihak yang obyektik semacam Panitia Seleksi untuk menyeleksi dan menentukan Hakim Agung. Selain proses rekrutmen, proses pengawasan yang dilakukan Komisi Yudisial juga perlu untuk diperkuat. Serta hal yang paling penting adalah membangun integritas dan moralitas dalam diri aparat penegak hukum. Karena sebaik apapun hukum itu dibuat tetapi jika tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang bermoral dan berintegritas maka semuanya akan sia-sia.
*Artikel ini ditulis oleh Ahmad Masyhadi, M.H.I. Dosen IAI Tarbiyatut Tholabah Lamongan.