IRT vs Working Mom

by | Aug 27, 2022 | Opini

Peran perempuan di masa sekarang sangatlah beragam dan complicated. Ada banyak perempuan yang memilih mengabdikan diri sepenuhnya di ranah domestik rumah tangga, pun ada banyak juga yang memilih menjadi seorang working mom. Perempuan yang bekerja sekarang sudah menjadi trend. Berkerja (baca:berkarir) selain untuk mengaktualisasikan diri, sosialisasi, juga sebagai prestise sosial. Bahkan bisa dikatakan sebagai wujud dari sebuah kemandirian diri. Seiring dengan terbukanya  kesempatan perempuan menunjukkan eksistensinya di segala bidang, maka gaya hidup sebagai “working mom” semakin diminati. Bahkan banyak perempuan yang seolah-olah merasa malu dan kurang percaya diri jika menjadi seorang IRT (ibu rumah tangga). katakanlah IRT adalah sebuah profesi maka profesi ini kurang diminati.

Profesi IRT diperuntukkan bagi perempuan yang telah berkeluarga dan berkonsentrasi penuh di dalam rumah tangga. Profesi ini berbeda dengan profesi lain. Tidak seperti sekretaris, dokter, dosen, dan lain sebagainya yang biasa membantu pendapatan keluarga, output kinerja IRT tidak bisa dinominalkan dengan uang melainkan nilai yang sangat besar yaitu kedamaian hidup, generasi yang berkarakter dan masyarakat yang santun.

Baik buruknya sebuah keluarga adalah tanggung jawab seluruh bagian keluarga utamanya perempuan (baca: ibu). maka menjadi IRT adalah keputusan yang harus dijalankan dengan bijak. Jangan ragu-ragu dan tidak usah tanggung-tanggung. Jika dijalankan secara profesional dan totalitas hasilnya pasti luar biasa mengagumkan. Menjadi IRT bukanlah menjadi hal yang disayangkan. Apa salahnya memilih menjadi IRT yang mendedikasikan kehebatan, kecerdasan dan pendidikan yang tinggi untuk membangun keluarga? IRT jika dibandingkan dengan perempuan bekerja memang banyak perbedaan, namun keduanya sama-sama mendedikasikan dirinya untuk keluarga. Tak perlu minder apalagi menganggap profesi IRT sebagai profesi rendahan. Perempuan sebagai IRT harus selalu semangat untuk menjadikan keluarga menjadi tatanan anak manusia yang lebih baik. Untuk mewujudkan itu para IRT harus mengerahkan seluruh potensi yang dimiliknya semaksimal mungkin. Dalam mengarungi bahtera rumah tangga ada tiga peran yang dijalankan oleh seorang IRT yaitu sebagai istri, ibu dan anggota masyarakat.

Dalam rumah tangga menjadi istri berarti menjadi pendamping suami. Pendamping setia disegala kondisi. Suksesnya seorang suami di dalam pekerjaannya sangat dipengaruhi oleh istri. Oleh karena itu kesuksesan seorang suami juga merupakan kesuksesan seorang istri yang merupakan manifestasi dari puncak prestasi karirnya sebagai IRT.

Jika rumah tangga diibaratkan sebuah kerajaan, maka suami adalah raja dan istri adalah permaisurinya. Kepemimpinan raja tidak bisa dilakukan sendirian namun tentu saja perlu dukungan dari permaisuri. Tanpa dukungan permaisuri (baca:istri), raja (baca:suami) tidak akan bisa melaksanakan kepemimpinan dengan baik. Artinya, baik buruknya kerajaan yang bernama rumah tangga akan sangat bergantung pada kepemimpinan suami dan dukungan istri.

Kemudian disadari atau tidak, segala sikap positif ayah dan ibu akan menurun kepada anak. Ayah dan ibu sama-sama mencintai anak-anaknya namun terkadang dengan cara yang berbeda. Ayah mencintai dengan kesederhanaan berupa diam, senyum, sapa, bahkan teguran. Sedangkan ibu biasanya lebih ekspresif. Rasa sayang dan cinta, senang dan marah semua diekspresikan secara jelas dan nyata. Seorang IRT yang notabene memiliki waktu lebih banyak mengurus anak jelas akan lebih mudah membangun kedekatan dengan keluarga utamanya anak. Anak akan mencurahkan segala kegembiraan, keberhasilan bahkan kecemasan kepada ibunya terlebih dahulu daripada kepada ayah. Hal ini dikarenakan kehadiran ibu dapat mendatangkan kedamaian lewat senyum dan dekapannya, sekaligus bisa memberikan saran yang berarti bagi anak. Persis seperti slogan pendidikan yang sering kita dengar “al ummu madrosatul ula” artinya ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya.

Menjadi IRT tidak menjadikan ruang gerak seorang perempuan menjadi terbatas. Layaknya working mom yang punya banyak kegiatan dan komunitas, IRT juga mempunyai kesempatan berkarya dan bersosialisasi. Dari segi waktu, IRT memiliki waktu yang lebih fleksibel daripada working mom. Banyak kesempatan untuk menggali potensi yang dimiliki untuk menjadikan diri lebih berkualitas. Contohnya saja dengan menekuni hobi memasak, menulis, membuat kerajinan tangan dan lain sebagainya. Selain itu, IRT juga bisa menambah pengetahuan dengan bergabung dengan komunitas tertentu misalnya pengajian RT, komunitas memasak serta terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial. Dengan ikut aktif dalam kegiatan seperti iniselain dapat menambah pengetahuan dan teman, juga dapat menghapis image kefakuman seorang IRT.

Bagaimana dengan working mom?

Tidak mudah menjadi working mom. Banyak anggapan yang menganggap working mom itu tidak sayang keluarga utamanya tidak sayang anak karena anak seringkali ditinggal bekerja dan dititipkan kepada orang tua, pengasuh ataupun daycare. Working mom dianggap lebih mementingkan mencari uang. Anggapan tersebut tidak bisa kita samaratakan. Ada banyak alasan yang menjadikan seorang ibu memilih menjadi seorang working mom diantaranya faktor pendidikan, keadaan dan kebutuhan mendesak, alasan ekonomi, motif mencari keuntungan, mengisi waktu luang, mengembangkan bakat bahkan motif mencari ketenangan dan hiburan.

Di balik semua pilihan itu pastilah ada resiko yang ditimbulkan. Opini dari masyarakat tentang hal yang menjadi pilihan working mom juga tidak bisa dihindari.

Umumnya dilema seorang working mom akan muncul saat muncul masa cuti melahirkan sudah habis. Itu artinya ibu harus siap menangani semua tanggungjawab baik di kantor maupun di rumah. Ia harus bangun lebih pagi dari semua orang,  memandikan dan menyusui si kecil terlebih dahulu sebelum berangkat kerja sambil tidak lupa menyiapkan sarapan untuk sang suami. Namun sebagai working mom, para ibu juga tidak melupakan tugasnya di kantor.

Ketika seorang perempuan telah memilih untuk berkeluarga dan bekerja maka perlu adanya prioritas agar semua dapat terkendali dan seimbang antara keduanya. Setelah menentukan prioritas, working mom juga harus pintar dalam membagi waktu sesuai dengan prioritas yang sudah ditetapkan. Disiplin menjadi hal yang wajib agar semuanya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Akhirnya, perlu dipahami jika baik menjadi IRT maupun working mom keduanya merupakan pilihan terbaik bagi para ibu. Keduanya juga memerlukan pengorbanan yang tulus. Tidak mudah menjadi seorang working mom, namun jika dapat membagi waktu dengan baik maka semua masalah akan dapat diatasi.  Pun tidak ada yang salah jika memilih untuk menjadi IRT, karena sebenarnya bagi ibu kebahagiaan keluarga adalah kebahagiaannya. Keduanya sama-sama membutuhkan pengorbanan dan keikhlasan didalam menjalaninya. Karena itu kita harus bisa menghargai perempuan yang memilih menjadi IRT ataupun memilih menjadi working mom. Kalian luar biasa.

Opini ditulis oleh Zaimatur Rofi’ah, M.A