Guru secara harfiah bisa diartikan sebagai tenaga pendidik/ pengajar suatu disiplin ilmu. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevalusi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan menengah. Kita juga bisa mengartikan guru sebagai sosok yang dapat membentuk jiwa dan watak peserta didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
Kesadaran sebagai pendidik itu seharusnya dimulai dari lingkup kecil ke ranah yang lebih luas lagi. Seperti dimulai dari diri sendiri keluarga baru melanjut ke arah umum. Karena pada dasarnya keluarga merupakan sekelompok orang yang memiliki hubungan darah. Karenanya, penting untuk mendidik keluarga dalam hal peningkatan iman dan ibadah. Hal ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam surat At Tahrim ayat 6:
يٰٓاَيُّهَاالَّذِيْنَ اٰمَنُوْاقُوْٓااَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا …الخ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…
Surat At Tahrim ayat 6 ini menjadi bukti bahwa Islam tidak hanya membahas mengenai agama saja. Islam juga membahas persoalan bagaimana mendidik keluarga. Peran orang tua menjadi hal penting dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua merupakan poros utama dalam pengembangan dan pembentukan karakter anak, baik secara fisik maupun psikologisnya.
Ayat di atas dipahami sebagai bentuk perintah kepada suami untuk menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Pengaplikasian ayat tersebut dalam kehidupan sehari-hari yaitu menjaga diri sendiri dengan menjalankan ketaatan atas aturan agama dan menjaga keluarga dengan memerintah mereka untuk membiasakan berdzikir dan berdoa kepada Allah Swt., sehingga mereka diselamatkan dari api neraka. Sebagaimana keterangan dalam Tafsir al-Qurtubi yang menyampaikan pendapat Ibnu Abas dalam memahami ayat di atas:
وروي علي بن أبي طلحة عن ابن عباس: قوا أنفسكم وأمروا أهليكم بالذكر والدعاء حتى يقيهم الله بكم
“Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abas bahwa maksud ayat tersebut adalah jagalah diri kalian dan perintahlah keluarga kalian untuk berdzikit dan berdo’a sehingga Allah SWT.menjaga mereka dari api neraka berkat perintah kalian.“
Ayat ke enam ini mengandung beberapa hikmah diantaranya: Perintah untuk selalu bertakwa kepada Allah Swt serta berdakwa, anjuran untuk menyelamatkan diri dan keluarga dari siksaan api neraka, pentingnya pendidikan Islam sejak dini agar paham dengan agama yang diridai oleh Allah Swt dan mengimani para malaikat yang merupakan salah satu bagian dari rukun iman. Selain itu Allah Swt. Juga mengingatkan kita bahwa sesungguhnya harta dan anak adalah cobaan dan perhiasan dunia semata. Oleh karena itu hendaknya kita selalu mengingatkan keluarga kita untuk melaksanakan salat dan sabar, memberikan nasihat dan peringatan, menanamkan prioritas tauhid pada hati mereka, mengajarkan hal-hal yang wajib diketahui oleh setiap muslim berupa hak-hak Allah Swt atas hamba-Nya, rukun iman, rukun Islam, dan dosa-dosa besar yang wajib dihindari, menanamkan akhlak yang baik, mengeluarkan zakat jika sudah berkewajiban, meninggalkan segala bentuk riba, mengingatkan untuk saling berbuat kebaikan, meninggalkan perbuatan yang diharamkan dan dibenci Allah Swt serta terus berjuang dan berkorban disertai dengan kesabaran hingga meraih keberuntungan.
KH. Muhammad Dimyathi yang biasa dipanggil dengan Abuya Dimyathi atau Mbah Dim merupakan sosok Ulama Banten yang memiliki karismatik nan bersahaja. Sejak kecil Abuya Dimyathi sudah menampakan kecerdasannya dan keshalihannya, beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Abuya Dimyathi ini menempuh jalan spiritual yang unik. Beliau secara tegas menyeru: “Thariqah aing mah ngaji!” (Jalan saya adalah ngaji). Sebab, tinggi rendahnya derajat keualamaan seseorang bisa dilihat dari bagaimana ia memberi penghargaan terhadap ilmu.
Saking pentingnya ngaji dan belajar, satu hal yang sering disampaikan dan diingatkan Mbah Dim adalah: “Jangan sampai ngaji ditinggalkan karena kesibukan lain atau karena umur”. Urusan ngaji ini juga wajib ain hukumnya bagi putra-putri Mbah Dim untuk mengikutinya. Bahkan, ngaji tidak akan dimulai, fasal-fasal tidak akan dibuka, kecuali semua putra-putrinya hadir di dalam majlis. Itulah sekelumit keteladanan Mbah Dimyati dan putra-putrinya, yang sejalan dengan pesan al-Qur’an dalam surat al-Tahrim ayat 6, Qu anfusakum wa ahlikum naran.
Realita sosial yang terjadi pada seorang pendidik yang juga sebagai sebagai orang tua dirumah terutama bagi seorang ibu yang merupakan madrasah pertama bagi seorang anak. Seringkali pendidikan dalam keluarga terjadi secara tidak langsung, dalam arti tidak direncanakan atau dirancang secara khusus, guna mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan metode-metode tertentu seperti dalam pendidikan di sekolah. Pendidikan keluarga terjadi secara alami melalui didikan orang tua, seiring berlangsungnya interaksi dalam keluarga tersebut. Orang tua juga memegang peranan untuk membiasakan anaknya untuk hidup disiplin dalam belajar. Karena dalam meningkatkan kedisiplinan belajar murid tidak hanya ditentukan oleh kegiatan belajar mengajar di sekolah saja, tetapi juga perlu didukung dengan kondisi dan didikan orang tua yang dapat membentuk kebiasaan belajar yang baik.
Akan tetapi fakta yang terjadi di lapangan masih banyak orang tua yang kurang memperhatikan perkembangan anaknya dan lebih mementingkan perkembangan muridnya ketimbang anaknya sendiri. Seperti pepatah “anak dipangku dilepaskan, beruk di rimba disusukan” yang maksudnya selalu membereskan (memikirkan) urusan orang lain, sedangkan urusan sendiri diabaikan. Hal itu bisa dilatarbelakangi adanya gaji ketika mengajarkan anak orang lain ketimbang anaknya sendiri. Meskipun dengan tujuan yang baik, gaji yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tetapi alangkah baiknya jika anak tetap dinomor satukan masalah pendidikannya ketimbang yang lainnya.
Penulis: Moh. Mauluddin, M.Ag.