Pandemi Covid-19 telah menimbulkan berbagai dampak yang dapat kita rasakan sekarang ini. Peristiwa ini masih terjadi di seluruh dunia ini secara total dan mempengaruhi bagaimana lika-liku kehidupan kita. Seluruh aspek manusia seperti fisiologis, biologis dan psikologis terpengaruh oleh keadaan yang tidak seimbang sebagai akibat dari pandemi Covid-19 yang belum usai. Terhitung telah berjalan hingga tahun ketiga ini life style, ekonomi, dan juga pendidikan turut terkena dampak yang luar biasa.Apalagi kabar Covid-19 varian baru bernama Omicron sudah terdeteksi di wilayah Indonesia. Dan ini tidak terelakkan karena salah satu karakter varian ini adalah penularannya yang sangat cepat. Laporan menurut Kemenkes per tanggal 26 Desember 2021, ada sejumlah 46 kasus terkonfirmasi Omicron di Indonesia sejak pertama kali dilaporkan pada 16 Desember kemarin. Lalu apa yang harus kita lakukan agar varian Omicron tidak meluas di tanah air?
Dalam situasi pelik ini, sebagai mahasiswa tentu tidak hanya diam saja. Mahasiswa dengan menyandang kata “Maha” jangan cuma bangga dan jumawa menjadi bagian dari civitas akademika di perguruan tinggi. Menjadi mahasiswa tidak lagi sama jika dibandingkan dengan ‘siswa’ yang dinilai dengan tugasnya hanya belajar. Mahasiswa dituntut lebih dari sekadar belajar. Mahasiswa berada di tingkat yang berbeda hingga tersematlah julukan “agent of change”. Sebuah komunitas yang dikenal oleh besarnya rasa ambisius untuk memperjuangkan perubahan segala sektor kehidupan bermasyarakat. Termasuk berkontribusi dalam menghadapi situasi dan kondisi yang hari ini terjadi.
Jika dilihat dan dianalisis dari keadaan yang terjadi selama pandemi, sebenarnya mahasiswa tidak hanyaberadaptasi terhadap kebiasaan baru, tetapi juga berpeluang besar untuk ikut serta mengambil peran. Sedari dulu sudah familiar bahwa mahasiswa diberi label sebagai para pemikir dan pemberi perubahan. Maka jika tenaga kesehatan dituntut berada di garda terdepan di rumah sakit, mahasiswa harus mampu menjadi garda terdepan di kampus melalui berbagai cara. Berikut dua langkah yang dapat ditempuh, di antaranya:
Pertama, mengupgrade tingkat pengetahuan yang dimiliki terhadap segala hal terkait pandemi saat ini. Karena tingkat pengetahuan yang cukup ternyata berpengaruh besar dan sejalan dengan bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan oleh mahasiswa selama pandemi Covid-19. Pengetahuan yang baik akan mendorong terbentuknya sikap positif, tidak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang-orang di sekitar. Semakin banyak informasidan pengetahuan mengenai tindakan pencegahan dan minimalisasi dampak selama pandemi oleh mahasiswa, maka akan mampu menjadi sumber edukasi kepada keluarga dan masyarakat. Utamanya meluruskan jika ada isu-isu yang tidak benar seperti halnya teori-teori konspirasi, virus corona dianggap seperti flu biasa, katanya vaksin itu tidak halal, dan lain sebagainya. Dari sinilah mahasiswa dapat berperan dalam mengonter informasi yang tidak valid, berita abal-abal (hoax) melalui kampanye baik itu berupa tulisan, video iklan layanan masyarakat, maupun poster.
Artinya apa? Mahasiswa harus dapat menjadi cahaya dalam kegelapan di tengah gelap gulitanya himpitan persoalan termasuk pandemi Covid-19. Di samping pemerintah sudah giat menjalankan segala bentuk upaya penanganan dan kebijakan baru terus-menerus dikeluarkan, maka demi mewujudkan implementasinya didalam masyarakat, disinilah mahasiswa dituntut ikut andil dan berperan. Harapannya hal ini dapat menjadi win-win solution baik dari pemerintah maupun mahasiswa. Sudah saatnya mahasiswa tidak hanya bisa mengkritisi pemerintah, tetapi juga ikut memberikan kontribusi nyata. Karena peran serta dari kalangan mahasiswa sebagai penggerak perubahan perilaku masyarakat sangatlah diperlukan.
Kedua, pola kehidupan mahasiswa yang biasa disibukkan dengan kegiatan kampus dan semacamnya harus berubah selama pandemi. Perubahan yang dimaksud bukan hanya berhubungan dengan kegiatan belajar dan berorganisasi di kampus yang juga akan menyesuaikan keadaan. Ataupun mengubah kegiatan sehari-hari menjadi kebiasaan hidup baru, contohnya seperti kebiasaan untuk selalu mencuci tangan, menjaga jarak untuk meminimalisasi penularan Covid-19, dan beragam protokol kesehatan lainnya. Namun lebih dari pada itu, di tengah pandemi ini mahasiswa selain menerapkan kebiasaan baru juga malah harus dapat lebih produktif dengan menciptakan karya-karya inovasi yang mampu membantu masyarakat menghadapi pandemi.
Karena sebagai seorang akademi dan insan yang terdidik sudah sepatutnya dapat menawarkan solusi di tengah-tengah persoalan yang dihadapai masyarakat saat ini. Baik itu melalui kajian, riset, program kreativitas mahasiswa, inovasi-inovasi, dan lain sebagainya.Hal ini akan mendorong mahasiswa untuk dapat menunjukkan ide-ide kreatif, memotivasi dalam melahirkan inovasi-inovasi yang beragam dalam upaya untuk pencegahan dan mengurangi jumlah kasus penularan Covid-19. Sebagai mahasiswa harus memiliki mindset maju, bukan hanya bisa mengeluh. Mahasiswa harus bisa memberikan perubahan, tidak hanya malasbergerak dan menghabiskan waktu dengan rebahan.
Tentu hal demikian tidaklah mudah, tetapi demi kebaikan semua itu harus dipaksa. Menjadi mahasiswa secara tidak langsung harus sudah siap dengan segala kebijakan yang harus diikuti dan beragam persoalan lain terkait pandemi yang harus dipadukan dengan bagaimana upaya yang harus kita lakukan. Mahasiswa sebagai gerbang yang potensial tentu saja berpengaruh terhadap kelangsungan pandemi serta bagaimana implementasi sikap yang baik dan positif. Dengan ini diharapkan untuk kita sebagai mahasiswa menjadi sadar dan dapat terbuka pikirannya terhadap apa saja yang terjadi di sekitar kita, dapat merealisasikan segala pemikiran solutif dan rekonstruktif yang harusnya dimiliki dan berperan lebih besar serta berpengaruh lagi dengan adanya pandemi ini. Akhir kata, lekas sembuhlah wahai bumi. Semoga pandemi ini dapat segera usai. []
Penulis; Muhammad N. Hassan, S.Si., M.Sc.
Editor; Intihaul Khiyaroh, M.A