Teknologi informasi dan komunikasi semakin pesat perkembangannya. Sebenarnya hal ini merupakan sebuah fenomena positif. Hal itu karena manusia dengan begitu mudah dapat mengakses segala informasi, melakukan hubungan sosial yang penting seperti menguatkan kekerabatan, pertemanan, transaksi-transaksi bisnis, dan fungsi-fungsi lainnya. Namun, ibarat dua sisi mata uang, perkembangan tersebut juga mengandung akibat yang negatif. Value yang positif sering bergeser menjadi hal yang tidak penting seperti penguatan identitas dan citra diri, salah satunya melalui sharing opini. Alih-alih opini positif yang menjadikan harmonisnya hubungan, opini yang di-share malah sering kali menimbulkan masalah baru, dan bahkan berpotensi menjadi fitnah. Celakanya, pembaca media sosial sering tidak memahami apakah yang mereka baca itu bersifat fakta atau sekedar opini. Harusnya pembaca memahami itu, sehingga jika yang ada di hadapan mereka adalah opini, apalagi yang bersifat negatif, maka tidak seharusnya mereka share ulang postingan tersebut supaya tidak menjadi fitnah.
Perbedaan antara fakta dan opini
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan tentang perbedaan antara fakta dan opini, bahwa fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan, sementara opini adalah pendapat, pikiran, atau pendirian. Kalimat yang berisi fakta merupakan kalimat yang ditulis berdasarkan kenyataan (benar-benar terjadi) dan bersifat obyektif. Sementara opini merupakan sikap, pandangan, atau tanggapan seeorang terhadap suatu fakta. Opini dipengaruhi unsur pribadi yang bersifat subyektif. Jadi kebenarannya relatif.
Karena sifatnya yang subyektif, maka wujud opini sangat tergantung pada kejernihan hati dan pikiran sang empunya. Jika orangnya berhati jernih, maka opini yang dikeluarkan akan bersifat positif. Namun jika orangnya berhati keruh, maka opini yang dikeluarkan sering kali bersifat negatif, dan bahkan potensial menjadi pemicu peliknya problem-problem sosial.
Ya, salah satu trouble maker itu bernama “opini”.
Sebuah ilustrasi:
Ayam kepada bebek: “Bek, hari ini aku nggak masuk kerja karena badanku panas,
rasanya lemas sekali”.
Bebek kepada angsa: “Sa, hari ini ayam nggak masuk kerja, kasihan dia sakit.
Si kambing sih… tega kasih tugas seberat itu kepada ayam”.
Angsa kepada keledai: “Dai, tadi ayam nggak masuk kerja. Dia sudah bosan tuh
disuruh-suruh sama kambing.”
Anjing kepada kambing: “Mbing, si ayam mau keluar, nggak kerja lagi sama kamu,
dia dah muak sama kamu.”
Kambing yang dasarnya memang berwatak temperamental, langsung saja menemui ayam, dan menusuknya dengan pisau. Matilah ayam tanpa ia tahu kesalahannya.
Ilustrasi di atas menggambarkan betapa berbahayanya jika opini pribadi yang bersifat negatif itu disampaikan kepada orang lain. Akan ada korban yang tak berdosa yang menanggung akibatnya.
Peran hati nurani dalam bermedsos
Hati nurani merupakan suatu proses kognitif yang menghasilkan perasaan dan pengaitan secara rasional berdasarkan pandangan moral atau sistem nilai sesorang (Wikipedia). Hati nurani yang berisi pertimbangan baik buruk, positif negatif, pahala dosa, akan selalu menjadi alat pertimbangan seseorang dalam menentukan sikap. Nilai baik buruk dan positif negatif itu sudah ada dalam jiwa setiap manusia. Rasulullah bersabd:
البر حسن الخلق والإثم ما حاك في صدرك وكرهت أن يطلع عليه الناس.
(رواه مسلم والترمذي وأحمد)
“Kebaikan adalah budi pekerti yang baik. Sedangkan dosa adalah
sesuatu/perbuatan yang menyesakkan dadamu, dan kamu tidak suka jika
perbuatan tersebut diketahui oleh orang lain.”
Seseorang yang bermedsos, jika selalu memakai nurani dalam memakai media tsb, ia akan bijak dalam bersikap. Ia akan selektif dalam memposting sebuah informasi. Ia hanya akan memposting hal-hal yang positif dan bermanfaat untuk orang banyak. Ia tidak akan memunculkan opini, sekiranya opini tersebut dapat menjadikan fitnah. Ia akan berpikir seribu kali kalau mau memberikan komentar atas postingan orang. Allah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا.
(الإسراء 36)
“Janganlah kamu mengikuti (mengatakan) apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertangungjawabannya.”
Bijak dalam bermedsos, itulah kunci selamat dan jauh dari fitnah. Wa Allah A’lam
Penulis; Hj. Lujeng Lutfiyah, M.Th.I
Editor; Intihaul Khiyaroh, M.A