Seperti biasa, kami tengah bermain ketika kabar itu datang. Anak-anak tengah asyik menempelkan jari-jari mereka di stamp pad. Hanya beberapa detik kemudian, sidik jari mereka sudah memenuhi kertas dan berubah menjadi kupu-kupu, kepiting, bunga, dan sebagainya.
Anak-anak baru beberapa pekan pergi ke sekolah ketika kabar itu datang. Mereka bertanya kenapa liburnya lama? Ada virus di luar sana yang dapat membuat kita sakit jika kita keluar rumah, begitu jawabku saat itu. Dan mereka makin banyak bertanya. Apa itu virus? Dimana dia? Kenapa aku tidak bisa melihatnya? Kok bisa dia membuat orang sakit?
Saya suka mereka banyak bertanya, meski seringkali saya lelah juga menjawabnya. Mereka hanya akan berhenti bertanya jika benar-benar puas dengan jawaban saya. Tapi saya tidak mau kalah. Saya bertekad harus bisa dan mau menjawab apa saja pertanyaan mereka. Bagi saya, setinggi apapun gelar seorang ibu, dia tidak lebih pintar dari anaknya jika tidak mampu menjawab pertanyaan mereka.
Berbahagialah jika memiliki anak yang gemar bertanya. Itu bukan sekedar dia memiliki rasa ingin tahu yang besar. Namun hal itu menunjukkan orangtua masih menjadi tempat terbaiknya untuk bertanya dan belajar. Bukankah jauh lebih baik anak bertanya pada orangtuanya daripada bertanya pada orang lain atau google search engine.
Tentu saja tidak semua pertanyaan anak-anak mampu saya jawab. Jika saya tidak mampu saya biasanya menjawab, “Bunda akan bertanya atau mencari tahu. Bisa ke oranglain, membaca, atau mencari di internet.
Meskipun pada saatnya dunia anak akan membawa mereka pada internet, tapi setidaknya saya telah memberi jejak pada jiwa anak bahwa orangtuanya begitu memprioritaskanya, begitu menganggap penting untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
Selain selalu menyiapkan diri sebagai tempat bertanya bagi anak-anak, saya juga selalu menyempatkan diri membacakan buku untuk anak. Buku adalah aset terbaik kami di rumah. Membaca buku bersama anak adalah momen belajar yang paling seru. Kami dapat tiba-tiba tertawa atau merasa sedih bersama saat membaca buku.
Bagaimana dengan pekerjaan? Saya dan suami sepakat bahwa bagaimanapun pekerjaan kami, salah satu dari kami harus membersamai anak-anak setiap hari. Misalnya saat saya harus mengajar, saya hanya akan berangkat jika suami sudah pulang ke rumah. Begitupula sebaliknya.
Sebagaimana kebanyakan orang yang juga merasa terpukul dengan pandemi berkepanjangan, kami pun juga mengalaminya. Pemasukan banyak berkurang, sementara kebutuhan keluarga terus bertambah. Tapi kami tidak ingin mengeluh dan menyerah.
Pernah di masa liburan saat pemasukan kami banyak berkurang, muncul ide saya membuat kelas fotografi dan marketing online. Diawali dari sebuah kelas gratis lalu berlanjut ke kelas berbayar. Alhamdulillah, peserta tiap kelas selalu ramai dan merasa puas. Selain menambah pendapatan keluarga, kami juga bahagia dengan bertambahnya teman-teman yang semangat belajar. Terlebih setelah belajar kelas online mereka dapat meningkatkan omset bahkan memenangkan lomba-lomba.
Hobi fotografi juga mengantar saya meraih The Best Ten Kategori Komposisi sebuah sekolah fotografi online. Selain hobi desain dan fotografi, saya juga sangat gemar menulis. Ada banyak sekali lomba menulis selama pandemi. Saya mencoba mengikuti beberapa dan memenangkannya. Diantaranya menjadi lima penulis cerpen anak terbaik yang diselenggarakan sebuah agensi kepenulisan serta juara VI lomba menulis storytelling yang diselenggarakan sebuah perusahaan sayuran terkemuka. Masih di masa pandemi juga saya berhasil lolos uji reviewer sertifikasi penulis non fiksi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
Alhamdulillah, semua semangat positif ini menjadikan kami tetap bahagia di rumah. Mungkin saja pandemi membuat keadaan di luar sana sedang tidak baik-baik saja. Tapi kami berkomitmen menjadikan rumah tetap berbinar dengan energi kebaikan. Karena saya percaya rumah adalah cermin dunia. Jika saya bisa menjadikan rumah sebagai surga dunia, maka dunia di luar sana serasa baik-baik saja. Benar-benar pandemi dapat berubah menjadi banyak hikmah dan berkah selama kita tidak menyerah dan terus bersemangat mencari kebaikan di dalamnya.
Penulis: Musrifah, M.Med.Kom
Editor: Intihaul Khiyaroh, M.A